Nasib Global Value Chains di Tengah Pandemi

Justinus Devian Maheswara
3 min readDec 11, 2020

--

Masih seputar peristiwa pandemi di bidang ekonomi, artikel ini akan membahas secara spesifik mengenai implikasinya terhadap global value chains (GVCs). Seperti yang kita ketahui, pandemi telah memberikan guncangan pada ekonomi global baik dari sisi supply maupun demand. Hal ini kemudian berakibat pada menurunnya intensitas kegiatan ekonomi, terutama dalam perdagangan internasional yang menempatkan GVCs sebagai komponen pentingnya.

Mengenal Global Value Chains (GVCs)

Global Value Chains (GVCs) dapat dipahami sebagai pembagian produksi internasional, yaitu sebuah fenomena di mana produksi dipecah menjadi kegiatan dan tugas yang tidak hanya dilakukan di satu, melainkan banyak negara.

Saat ini sebanyak 70% perdagangan internasional telah melibatkan GVCs dalam proses produksinya, di mana jasa, bahan mentah, suku cadang, dan komponen lainnya telah dipertukarkan di berbagai negara sebelum nantinya dijadikan produk final yang akan diekspor untuk konsumen di seluruh dunia (OECD, 2018). Hal ini kiranya relevan mengingat pengaruh globalisasi yang menyediakan perkembangan teknologi dan mudahnya akses lintas negara menyebabkan banyak perusahaan condong untuk mengoptimalkan proses produksinya dengan menempatkan beberapa tahapan produksinya di berbagai negara.

Sebagai contoh, sebuah ponsel pintar yang dirakit di Korea Selatan mungkin menyertakan konsep desain dari Jepang, cip dari Amerika Serikat, logam dari Prancis, dan sistem operasi dari Cina. Melalui hal ini, setiap tahapan produksi akan menambah nilai produk tersebut dan setiap negara yang terlibat akan mendapatkan keuntungan dari produk final nantinya. Selain itu, fenomena ini juga menciptakan rantai yang menggambarkan interdependensi antar negara yang apabila terputus akan menghambat proses produksi secara keseluruhan dan memberikan dampak negatif bagi negara yang terlibat.

Dampak pandemi pada GVCs

Di era pandemi ini, terdapat 4 dampak utama yang dirasakan oleh GVC, yaitu dampak langsung, dampak tidak langsung, dampak pada sisi permintaan, dan risiko kebijakan perdagangan dan investasi (OECD, 2020). Dampak langsung adalah di mana perusahaan yang beroperasi dalam GVCs banyak yang berhenti berproduksi akibat kebijakan dan upaya mitigasi pemerintah melalui lockdown. Adanya dampak langsung ini kemudian menghasilkan dampak tidak langsung, yaitu rantai pasokan yang terganggu di mana satu perusahaan yang berhenti beroperasi akan memberikan dampak pada proses produksi dan perusahaan lainnya yang terlibat dalam GVCs. Hal ini dikarenakan produksi di satu lokasi akan selalu membutuhkan input (tenaga kerja, material, mesin, dll) dari lokasi lain. Dampak pada sisi permintaan adalah ketika jumlah konsumen yang menurun drastis akibat terjadi pergeseran permintaan dan perhatian konsumen terhadap suatu produk. Pada masa yang tidak menentu ini konsumen cenderung untuk membeli persediaan obat-obatan dibandingkan produk lainnya, menyebabkan permintaan yang melonjak pada produk di bidang kesehatan dan permintaan yang menurun di bidang lainnya. Alhasil peristiwa ini memengaruhi permintaan input suatu perusahaan di satu tempat ke tempat lainnya. Terakhir ialah risiko kebijakan perdagangan dan investasi, yaitu adanya ketidakpastian mengenai rezim perdagangan dan investasi sebagai konsekuensi dari pandemi. Suatu negara bisa saja menerapkan larangan ekspor atau menasionaliasi sebuah perusahaan sebagai upaya mitigasinya dalam mengatasi pandemi. Hal ini tentunya menjadi risiko dan dampak bagi GVCs perusahaan lain nantinya.

Apa upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasinya?

Suatu perusahaan dapat melakukan beberapa strategi, seperti mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko yang ada. Dengan strategi tersebut, perusahaan dapat mengklasifikasi dan memiliki gambaran mengenai kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan. Contohnya pandemi COVID-19 dapat membawa risiko pada rantai pasokan (distribusi barang yang terhambat), risiko permintaan (penurunan atau lonjakan permintaan), dan risiko operasional (perusahaan yang terpaksa stop beroperasi akibat kebijakan pembatasan sosial yang ketat). Melalui tahapan ini, perusahaan dapat meminimalisir kerugian dan menentukan tindakannya dengan lebih mudah.

Nah berbicara mengenai tindakan, perusahaan juga memiliki rangkaian tindakan dalam beroperasi dalam perdagangan internasional. Tindakan tersebut meliputi; penghindaran (untuk menghindari risiko yang tidak dapat ditoleransi), penundaan (misalnya dengan memproduksi atau mengirimkan barang setelah adanya pesanan), lindung nilai (mendiversifikasi pemasok dan lokasi produksi), berbagi risiko (misalnya dengan menempatkan outsourcing dan offshoring di satu lokasi), dan lain sebagainya.

Referensi

OECD. (2018). Trade Policy Brief: Trade Policy Implicaitons of Global Value Chains. Global Value Chains and Trade, December, 2016–2019. https://www.oecd.org/trade/topics/global-value-chains-and-trade/

OECD. (2020). COVID-19 and Global Value Chains : Policy Options to Build More Resilient Production Networks. Oecd, June, 1–11.

--

--