Pandemi dan Resesi : Krisis Kesehatan yang Beralih Menjadi Krisis Ekonomi

Justinus Devian Maheswara
4 min readDec 9, 2020

--

Tidak diragukan lagi, pandemi COVID-19 telah membawa ancaman bagi populasi di seluruh dunia. Penyebaran virus yang cepat dan massive di level global, membuat banyak negara dengan terpaksa menerapkan upaya mitigasi dan kebijakan yang ketat. Sebut saja pembatasan sosial, penutupan akses masuk dan keluar suatu negara, serta regulasi berpergian lintas negara yang diperketat. Kebijakan tersebut berfokus pada pembatasan mobilitas dan kegiatan massal yang dimaksudkan untuk mencegah meningkatnya persebaran virus dan mengurangi tekanan pada sistem kesehatan. Terlepas dari hal tersebut kebijakan ini nyatanya memberikan banyak efek negatif pada aktivitas ekonomi di berbagai sektor, misalnya sektor pariwisata, hiburan, UMKM, korporasi, dan lain-lain. Selain itu, penerapan kebijakan ini juga membuat banyak perusahaan dan bisnis bangkrut, pekerja yang di-PHK, aktivitas ekspor-impor yang terhambat, dan volume investasi yang rendah akibat masa depan yang tidak menentu. Alhasil banyak negara dihadapkan oleh kemorosotan ekonomi yang tajam yang kemudian membawanya pada ancaman resesi.

Apa yang dimaksud dengan resesi ?

Merujuk pada pengertian yang paling umum, resesi merupakan istilah untuk menggambarkan periode menurunnya aktivitas ekonomi di mana terjadi penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) selama dua kuartal berturut-turut. Pengertian tersebut menjadi standar umum untuk menyatakan bahwa suatu negara mengalami resesi, namun pengertian ini masih dinilai sempit karena hanya menempatkan PDB sebagai indikatornya.

The National Bureau of Economic Research (NBER), sebuah organisasi penelitian swasta di bidang ekonomi kemudian mendefinisikan resesi sebagai :

a significant decline in economic activity spread across the economy, lasting more than a few months, normally visible in production, employment, real income, and other indicators. A recession begins when the economy reaches a peak of activity and ends when the economy reaches its trough.”

Definisi tersebut kiranya menjadi relevan dengan menambahkan beberapa indikator, seperti produksi, lapangan pekerjaan, dan pendapatan riil sebagai determinan dari resesi.

Resesi global

Seperti yang telah dijelaskan di atas, pandemi COVID-19 dan upaya mitigasinya mengakibatkan penurunan output dan aktivitas ekonomi di banyak negara. Peristiwa ini tidak hanya dirasakan oleh negara-negara advanced economies, melainkan juga pada negara-negara emerging market and developing economies (EMDEs). Berdasarkan data dari IMF dalam World Economic Outlook Update, June 2020, pertumbuhan global diproyeksikan akan mencapai angka -4.9 persen di tahun 2020. Pertumbuhan di advanced economies diproyeksikan mencapai -8.0 persen, sedangkan EMDEs diperkirakan mencapai -3.0 persen di tahun 2020.

Dari statistik di samping, diketahui bahwa seluruh dunia mengalami penurunan PDB yang signifikan pada kuartal kedua tahun 2020. Hal ini tidak terlepas dari ketidaksiapan dan kesulitan banyak negara dalam menghadapi dampak dari pandemi.

Data di atas merupakan proyeksi dari IMF mengenai pertumbuhan PDB beberapa negara yang diperkirakan akan menunjukkan angka negatif sepanjang tahun 2020. Hal ini juga memperlihatkan bahwa dunia sedang mengalami krisis ekonomi yang berat.

Dampak resesi

Terjadinya resesi mampu memberikan efek domino pada segala bentuk kegiatan ekonomi. Contohnya, penurunan demand terhadap suatu komoditas akibat masa depan yang tidak menentu membuat harga suatu komoditas merosot. Harga komoditas yang merosot mampu membuat suatu perusahaan bangkrut yang berujung pada pemutusan hubungan kerja dengan mitra perusahaan maupun para pekerjanya. Alhasil rantai pasokan global dan jaringan distribusi terputus, angka pengangguran pun semakin meningkat. Jika tidak segera diatasi, fenomena ini dapat mengantarkan suatu negara menuju krisis ekonomi yang berkepanjangan. Oleh karena itu, para penyusun kebijakan diharapkan mampu menyusun kebijakan yang cepat dan tepat untuk mengatasi dampak dari resesi.

Kebijakan dalam mengatasi resesi

Dalam mengatasi resesi dan dampak pandemi, setiap negara menerapkan kebijakan yang beragam. Namun pada dasarnya implementasinya terletak pada kebijakan moneter dan fiskal suatu negara. Dari sisi moneter, negara umumnya melakukan qantitative easing (QE) yaitu kebijakan di mana bank sentral membeli surat berharga jangka panjang dari pasar terbuka untuk melonggarkan pinjaman / kredit bagi masyarakat. Dengan membeli surat berharga, suplai uang otomatis meningkat dan suku bunga menurun. Hal ini diharapkan dapat memberikan stimulus ekonomi di lingkup domestik dengan menarik masyarakat untuk melakukan pinjaman yang dapat dimanfaatkan untuk ekspansi maupun inovasi bisnis. Dari sisi fiskal, negara umumnya mengelola anggaran yang ada dan meningkatkan efisiensi pengeluaran agar tepat sasaran. Hal ini dapat dilakukan dengan memfokuskan anggaran pada bidang kesehatan, perlindungan sosial, dan bisnis.

Referensi

Claessens, S., & Ayhan Kose, M. (2009). What Is a Recession? https://www.imf.org/external/pubs/ft/fandd/2009/03/basics.htm#:~:text=The NBER’s Business Cycle Dating,real income%2C and other indicators.

International Monetary Fund. (2020a). International Monetary Fund. World Economic Outlook: A Long and Difficult Ascent. Washington, DC.

International Monetary Fund. (2020b). World Economic Outlook Update June 2020. Imf, 2, 6.

--

--